loading...
Ada rasa getir bergetar ketika Kyai kondang Aa Gym mentwit pandangannya terhadap aksi 212 dan 412.
Aa Gym menulis ” Kita hargai yang akan mengadakan demo tandingan, kelihatannya akan sangat beda rasanya aksi panggilan iman dan aksi karena duniawi”.
Lama saya membaca berulang-ulang sindiran nyinyir ala Aa Gym ini. Saya harus tabayun untuk check dan richeck, mungkin saja ini hoax. Setelah tanya sana sini, twit itu benar dari akun Aa Gym yang sudah bertanda contreng biru. Artinya tervalidasi benar dari Aa Gym.
Salah satu kekerdilan kita meski sudah dewasa adalah suka pamer lalu membanding-bandingkan. Saat masih kanak kanak sering kali kita pamer mainan kepada kawan kawan kita. Kita mengejek kawan main kita yang tidak punya mainan. Pongah.
Saat masih sekolah menengah kita juga suka sok hebat alias anggar jago dengan anak sekolah lain. Kita pamer kekuatan dengan aksi rame-rame menyerang sekolah lain. Terjadilah tawuran. Saling membalas. Saling menyerang. Ini kita sebut ego identitas karena krisis jati diri. Angkuh.
Mungkin itu sudah karakter kita orang Indonesia. Di kalangan kaum beragama juga demikian. Kita sering memandang remeh tetangga kita yang nampak kurang relijius. Jika jidatnya tidak hitam kita sering menudingnya tidak relijius.
Di kalangan umat Kristen juga demikian. Sering kita mendengar kepongahan rohani dari kelompok aliran tertentu yang menilai jika doa atau lagu pujian suaranya tidak meninju langit maka doa dan pujian itu dianggap tidak dipenuhi Roh Kudus. Merasa hanya dirinya Anak Tuhan yang lain anak setan.
Begitulah realita kekinian, kita suka menilai dan mengukur sekeliling kita dengan ukuran kita sendiri. Seolah- olah kita adalah pusat kebenaran dan kesalehan.
Kemarin sore selepas aksi Kita Indonesia dengan kode buntut Aksi 412, beberapa teman mencolek agar saya mengomentari aksi kebangsaan yang mengambil tempat di Bundaran HI. Bagaimana tanggapan saya atas cuitan Aa Gym itu.
Apa yang harus saya tanggapi? Terus terang saya tidak ikut aksi 412 kali ini. Bahkan saya tidak masuk dalam kepanitiaan. Jadi tidak begitu faham kerangka acaranya apalagi bagian dalamnya.
Tapi jujur saja, saya kok ngenes dan dongkol banget membaca cuitan pongah Aa Gym yang mau mengatakan pada dunia bahwa aksi 212 karena panggilan iman, aksi 412 karena panggilan duniawi. Satu panggilan Ilahi, satu lagi panggilan setan. Kira-kira begitu terjemahan kasarnya.
Saya tidak tahu apakah orang yang hadir di Monas kemarin adalah orang-orang yang beriman atau tidak. Saya juga tidak tahu apakah orang yang berkumpul saat aksi 412 kemarin adalah orang-orang beriman atau tidak. Yang saya tahu mereka semua anak bangsa. Orang Indonesia.
Mengukur kadar orang beriman atau tidak beriman tentu tidak mudah. Apakah karena baju yang kita pakai bisa menentukan kadar iman seseorang? Apakah karena nampak bersujud bisa menilai keimanan seseorang?
Banyak teman teman saya, saya ketahui ikut ambil bagian dalam perhelatan aksi 212. Saya mengenal mereka dengan baik. Saya mengenal kehidupan dan karakter mereka. Saya tahu apa yang mereka kerjakan selama ini. Tapi tentu tidaklah perlu saya menilai refleksi iman mereka dalam bentuk nilai kesalehan sosial. Biarlah itu urusan iman mereka dengan Sang Khalik.
Begitu juga teman-teman saya yang ikut aksi 412. Mereka saya kenal sebagai orang-orang yang peduli Indonesia. Orang-orang yang konsisten menaruh jiwanya jika bicara tentang kebangsaan dan kebhinekaan.
Mereka adalah orang orang yang sejak muda sampai paruh baya hidupnya selalu menapaki jalanan keIndonesiaan Kita. Indonesia kita yang penuh damai, berbhineka, plural, majemuk, harmoni, toleran, hangat dan guyub.
Saya tidak meragukan pesona para sahabat-sahabat saya ini. Pesona otentik mereka tentang bela rasa pada Ibu Pertiwi. Tidak senoktahpun saya lihat ada upaya mereka mengingkari akan nilai-nilai Indonesia.
Mereka adalah orang terdepan yang menyiram pohon pohon kebangsaan Indonesia. Menyiramnya dengan tubuh dan jiwa. Ketika daun-daun peneduh pohon kebangsaan itu mengering, layu dan meranggas mereka turun menyiram dan merawatnya.
Cuitan Aa Gym ini buat saya sangat kejam sekali. Aa Gym telah mengotak kotakkan mana orang beriman dan mana orang duniawi. Kita berada di zona di mana apa yang tampak di permukaan seakan-akan juga akar dari permukaan itu. Bungkus itu isi. Isi belum tentu bungkus. Berbaju gamis itu beriman, berbaju kaos oblong itu duniawi. Begitu gambarannya.
Aneh bin lucu memang. Bagaimana mungkin mereka yang menyampaikan pesan untuk menjaga nilai nilai kebangsaan yang didirikan para foundings father republik malah disebut karena panggilan duniawi?
Bagaimana mungkin mereka yang menyerukan jaga Pancasila, rawat kebhinekaan malah ditertawakan dan dicemooh? Seolah olah resonansi suara suara merawat kebhinekaan dan Pancasila adalah barang haram yang belum difatwakan.
Padahal hanya penjajah Belanda saja yang seharusnya bilang begitu. Mengapa malah seorang tokoh publik malah nyinyir dan mencibir ketika kita meneriakkan keIndonesiaan kita?
Mengapa ketika saudara sebangsa setanah air meneriakkan Indonesia Tanah Air Beta malah dicerca dengan sumpah serapah?
Aa Gym boleh saja klaim aksi 212 sebagai aksi kemenangan. Aksi iman.
Tapi jika boleh saya bertanya kemenangan atas apa? Sebagian orang malah merasakan aksi 212 adalah aksi unjuk kekuatan. Dalam benak anak bangsa lainnya adalah pamer kekuatan. Inilah kami orang beriman. Ini dadaku, mana dadamu !!! Persis seperti unjuk kekuatan masa masa saya SMA.
Unjuk kekuatan ini ingin melemahkan siapapun yang coba coba berani berbeda pikiran dengan aksi 212. Hukum harus tunduk pada garis garis haluan aksi 212. Hukum ditekan dengan ancaman massa.
Jika Ahok tidak ditangkap maka bla bla bla. Jika Ahok tidak diputuskan bersalah oleh pengadilan maka bla bla bla. Bukankah ini perang urat saraf yang sarat dengan pengancaman?
Dimanakah hukum sebagai tiang pelindung bagi semua anak bangsa? Apakah hukum harus takluk dan tunduk dari hegemoni kerumunan massa? Siapa yang menjadi mayoritas berhak menentukan nasib minoritas? Buat apa ada negara jika begitu?
Saya mau bilang cuitan Aa Gym itu keliru. Dari lubuk hati terdalam, saya percaya mereka semua entitas anak bangsa yang ikut aksi 412 itu bertujuan untuk memperkuat nilai kebangsaan kita. Memperkaya nilai kebhinekaan kita. Menjaga Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.
Ada warna mozaik kebhinekaan Indonesia di sana. Warna warni budaya yang membentuk lukisan indah. Warisan leluhur yang membentuk horison pelangi Indonesia. Bak beragam bunga indah mekar di taman kebangsaan Indonesia.
Bagi saya, selagi yang hadir di Bundaran HI mengumandangkan lagu Kebangsaan dan mau menjaga Kebhinekaan tetap lestari, mereka adalah orang Indonesia Sejati. Merekalah patriot sejati yang terpanggil karena panggilan Ibu Pertiwi. Bukan panggilan duniawi apalagi dunia gemerlap.
Energi kebangsaan mereka berpadu dengan energi rasa syukur atas anugerah dan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa. Bukankah sejatinya ekspresi mereka harus kita apresiasi? Mengapa jadi dibully sih Aa Gym?
Semua anak bangsa apapun identitasnya selagi masih di bawah naungan Sang Saka Merah Putih berhak mengumandangkan Indonesia Raya di mana saja. Tidak peduli mereka pakai baju atau telanjang.
Indonesia kita ini ada karena jahitan dari ribuan pulau pulau di Nusantara dari Sabang sampai Merauke. Tenunan kebangsaan Indonesia itu ada karena ratusan suku dan kepercayaan mau menyatukan dirinya dalam rumah besar Pancasila.
Tidak ada yang merasa dominan dan mendominasi atas nama agama, suku, ras dan kelompok. Itulah Indonesia Kita. Itulah panggilan Ibu Pertiwi bukan panggilan duniawi.
Aihhh…kawan ijinkan saya tuangkan seceret kopi buat kalian kawan kawanku yang kemarin hadir menyanyikan lagu Indonesia Pusaka. Terimakasih telah menyiram Bumi Persada Indonesia dengan cinta.
Salam NKRI Harga Mati
0 Response to "Aa Gym: Aksi 212 Panggilan Iman, Aksi 412 Panggilan Duniawi"
Posting Komentar