loading...
Bila bicara fakta tentang prestasi-prestasi yang sudah ditelorkan oleh masing-masing 3 Cagub DKI yang akan bertanding nanti tentu dengan mudah kita bisa menjelaskan prestasi-prestasi dari cagub Ahok dan cagub Anies Baswedan yang memang pastinya sudah dirasakan oleh masyarakat banyak.
Akan tetapi untuk Cagub Agus Harimurti Yydhoyono rasanya kok agak sulit ya menjelaskan kepada masyarakat tentang apa-apa Prestasi ataupun Hasil Karya Agus yang sudah /pernah dirasakan oleh masyarakat. Masyarakat hanya tahu Agus berkarier bagus di TNI AD.
Dengan kondisi seperti itu, memang tidak salah kalau ada yang mengatakan bahwa dari ketiga Cagub DKI yang ada, Agus Yudhoyono itu hanya menang ganteng doang. Hehehehe. Mau apa lagi. Itu memang fakta meskipun sebenarnya tidak sesederhana itu masalahnya.
Selanjutnya misalnya. Sekali lagi nih ini misalnya, Pilgub DKI 2017 nanti akhirnya dimenangkan oleh Agus Yudhoyono yang (katanya) hanya bermodal ganteng doang. Bila itu yang terjadi, relakah anda menerima kemenangan Agus Yudhoyono? Iklaskah anda?
Iklas tidak iklas, kita semua harus menerima kemenangan Agus Yudhoyono di Pilgub DKI 2017 kalau itu memang yang terjadi. Itulah Demokratisasi kita dan itulah pilihan kita semua untuk bangsa ini.
--Mari kita bicara tentang Aceng Fikri dan Donald Trump—
Masih ingat Aceng Fikri Bupati Garut yang kontroversial itu? Beliau adalah mantan bupati Garut yang menceraikan istri muda terbarunya hanya dalam waktu 1 minggu setelah pernikahannya dengan alasan yang sangat sepele.
Aceng Fikripun dibully habis-habisan oleh semua orang yang akhirnya berujung dirinya dilengserkan dari jabatannya oleh DPRD Garut atas rekomendasi Mendagri.
Tapi apa yang terjadi setelah itu. Aceng Fikri tetap Tegar dan Berjaya. Runtuh namanya di birokrasi Pemkab Garut tetapi dengan rasa optimisnya Aceng maju ke pemilihan DPD Jawa Barat. Dan hasilnya, 2 juta orang telah memilihnya menjadi anggota DPD yang terhormat dan berada di level elit politik nasional.
Ada yang salah dengan hal itu? Mengapa warga Jawa Barat kok mau ya memilih (lagi) Aceng Fikri? Apakah mereka kampungan atau kurang pendidikan ?
Jangan begitu. Jangan bertanya begitu. Bukan kapasitas kita untuk menilai mereka dari perspektif kita. Yang jelas mereka yang memilih Aceng Fikri punya alasan tersendiri untuk itu. Ada pertimbangan mereka untuk memilih Aceng. Dan itu Hak Konstitusional mereka yang tidak bisa ganggu gugat oleh siapapun.
Begitu juga dengan Donald Trump yang sangat Norak begitu. Siapa yang tidak kenal Donald Trump yang sering melecehkan wanita, yang sering bersikap Diskriminatif bahkan rasis. Terlalu amat sangat kontroversial sebenarnya “Si Jambul Beo” ini.
Tapi herannya orang Amerika yang terkenal sangat modern dan demokratis kok malah menjadi seperti orang bodoh sehingga mau begitu saja memilih Donald Trump untuk menjadi Presiden Amerika. Kenapa bisa jadi begitu?
Mungkin di mata kita (dalam perspektif kita) orang Jawa Barat dengan orang Amerika itu sama bodohnya di dalam memilih Pemimpin Mereka. Itulah perspektif kita tetapi tidak untuk perspektif mereka.
Dari 2 fenomena itu dapat kita simpulkan bahwa sebenarnya kita semua tidak akan pernah tahu apa selera dari masing-masing orang. Kita semua tidak akan pernah tahu apa sebenarnya kriteria yang dipakai masyarakat di dalam memilih siapa calon pemimpinnya.
--- Mengapa Agus Yudhoyono Menjadi Begitu Cepat Populer di Mata masyarakat?---
Terus terang saja saya sendiri juga heran dengan Elektabilitas Agus Yudhoyono yang meroket begitu cepat hanya dalam waktu singkat. Fenomena AHY ini memang unik dan jauh berbeda dari Fenomena Jokowi, Fenomena Ahok dan Fenomena SBY.
Jokowi bisa fenomenal karena memiliki prestasi hebat sejak menjadi Walikota Solo dan ditambah kemampuan berkomunikasinya yang sangat brilian. Ahok bisa fenomenal karena keberaniannya melawan Status Quo DPRD DKI. Dan SBY bisa fenomenal karena memiliki banyak hal yaitu dia seorang Jendral, Ganteng, Santun dan beberapa kali jadi menteri.
Ada satu kemiripan antara Agus Yudhoyono dengan SBY dalam popularitasnya. Keduanya sama-sama ganteng dan sama-sama berkarier di militer. Hanya itu yang bisa saya simpulkan kemiripannya. Soal Korelasi antara Dinasti Politik dengan Elektabilitas sebenarnya saya yakin tidak ada. Tidak ada statistic manapun yang bisa menunjukkan adanya korelasi antara Dinasti Politik dengan Elektabilitas.
Megawati memang popular sebagai anak Soekarno. Puan juga demikian, Ibas juga demikian, Boy Sadikin juga demikian. Begitu juga dengan anak-anak tokoh hebat lainnya. Mereka memang popular tetapi tidak (belum tentu sama sekali) bisa memiliki sebuah Elektabilitas.
Tapi mengapa Agus Yudhoyono bisa begitu tinggi Elektabilitasnya? Apa faktornya? Jawabannya memang hanya 2 yaitu : Performa dan Militer.
Karakteristik pemilih di Indonesia sejak zaman kemerdekaan hingga zaman Jokowi memang tidak pernah berubah. Militer adalah Paradigma yang tidak bisa digantikan oleh paradigm manapun. Pemimpin dengan basis militer adalah Pilihan Prioritas dari masyarakat Indonesia. Inilah ciri khas masyarakat Indonesia.
TNI itu identik dengan Pembela Tanah Air. TNI itu identik dengan sifat Ksatria dan Kegagahan. Itulah paradigm yang tetap tertanam di benak mayoritas rakyat Indonesia. Faktanya memang setiap keluarga di Indonesia akan merasa bangga kalau ada anggota keluarganya yang berkarier di militer. Itulah fakta yang sulit dibantah.
Jadi faktor pertama dari AHY sehingga bisa memiliki Elektabilitas tinggi dikarenakan dia berasal dari kalangan militer. AHY satu-satunya Cagub DKI yang berbasis militer sehingga hal itulah yang menjadi Modal Awal dari AHY untuk bertarung di Pilgub DKI.
Selanjutnya poin kedua adalah Ganteng. Ini memang perkara yang sepintas bisa dinilai sangat sepele. Banyak orang yang mencibir ketika “Ganteng” menjadi acuan pemilih untuk memilih pemimpinnya. Hehehehe. Masalah buat elo? Hehehehe.
Sebenarnya masalah “Ganteng” ini bukan hal sepele. Hal (sepele) Ini sebenarnya cukup penting bagi banyak orang. Bukan hanya ibu-ibu saja yang suka orang ganteng. Bapak-bapak dan anak muda pun suka dengan orang ganteng. Tinggal masalahnya bagaimana sebenarnya perangai dan penampilan orang ganteng tersebut. Apakah dia ramah, apakah dia berwibawa, apakah dia cerdas, apakah dia hebat (berprestasi) ataupun lainnya.
Orang ganteng tanpa prestasi, tanpa keramahan, tanpa wibawa tetapi arogan sudah pasti akan Masuk “Tong Sampah”. Tidak akan ada orang yang mau memilih ataupun menyukai seseorang orang yang cuman ganteng doang.
Tetapi untuk orang ganteng yang ramah, yang cerdas (terlihat cerdas), yang (kelihatan) gagah dan tegas, apalagi punya basis militer tentu merupakan sosok yang sangat menarik. Tidak bisa dipungkiri AHY memiliki hal-hal seperti ini.
Masih ingat Pasha Ungu yang menjadi Wakil Walikota Palu? Kira-kira apa modal dia sehingga bisa memenangkan Pilkada tersebut? Secara sepintas hanya ada 2 yang bisa kita simpulkan. Pasha sangat popular sebagai artis. Dan Pasha memang ganteng. Selain dua itu rasanya sulit untuk mencari kelebihan dari seorang Pasha Ungu. Tetapi faktanya dia mampu memenangkan Pilkada dan menjadi seorang Wakil Walikota.
Itulah salah satu karakteristik pemilih di Indonesia. Bukan karena mereka bodoh tetapi karena memang menyukainya calonnya. Kondisi yang sama dengan orang-orang “bodoh” yang membelanjakan puluhan juta rupiah hanya untuk membeli assesories mobil kesayangannya (yang tidak penting itu). Atau orang-orang “bodoh” lainnya yang rela menguras isi tabungannya hanya demi mengejar hobinya. Itulah karakteristik masyarakat yang memang sangat sulit dipahami secara logika.
Ganteng itu memang penting tidak penting sebenarnya. Dan sebenarnya bukan kapasitas kita untuk mengukur penting tidaknya soal “Ganteng” bagi masyarakat pemilih.
Yang kita tahu, semua orang pasti suka pemimpin mereka ganteng. Semua orang akan suka kalau pemimpin mereka enak dilihat penampilannya (Gagah dan Ganteng). Tidak ada orang yang suka kalau punya pemimpin yang berpenampilan kucel atau mirip Pelawak.
Lihatlah Zumi Zola, Gubernur Jambi. Betapa bangganya orang Jambi punya gubernur ganteng seperti Zumi Zola. Ganteng, berprestasi dan komunikatif dengan rakyatnya. Itu yang disukai masyarakat. Tetapi kalau Zumi arogan, tidak punya wawasan atau bermasalah hukum pastilah rakyat Jambi akan melengserkannya.
Om saya yaitu Om Prabowo Subianto (masih saudara jauh wkwkwk) itu orangnya ganteng loh. Dari Militer Pulak. Seorang Jendral pulak. Berandai-andai kalau dia ikut Pilgub DKI 2017, pasti AHY nggak ada apa-apanya. Hehehehe.
Jadi memang begitulah karakteristik masyarakat pemilih kita. Militer dan Ganteng itu modal besar. Tinggal bagaimana selanjutnya modal itu bisa ditambah atau menjadi berkurang karena beberapa hal seperti tidak punya prestasi sama sekali, bersikap arogan, punya kasus hukum dan lainnya.
Membandingkan Fenomena AHY pada Pilgub DKI 2017 tentu lebih cocok bila dibandingkan dengan Fenomena Prabowo Subianto pada Pilpres 2014. Banyak hal yang sama diantara mereka. Ganteng, Militer, Gagah dan Ramah. Kekurangan mereka adalah belum punya track record (prestasi) di birokrasi pemerintahan. Mereka belum bisa menunjukkan kinerja mereka karena mereka harus focus berkarier di Militer. Dan faktanya juga tidak mengecewakan karena keduanya punya prestasi gemilang di karier militernya.
Akhirnya kembali lagi berbicara tentang Pilgub DKI 2017, rasanya memang tidak perlu heran dengan Elektabilitas Agus Yudhoyono yang begitu cepat meroket. Kita semua sudah melihat fenomena yang sama pada Prabowo Subianto yang nyaris mengalahkan Jokowi pada Pilpres 2014.
Pilgub DKI 2017 memang sangat menarik dan sangat sulit memprediksi siapa yang akan menjadi pemenangnya. Ketiga Cagub masing-masing punya kelebihan. Akan terjadi persaingan ketat untuk meraih swing voter yang ada.
Tidak tertutup kemungkinan akan terjadi kejutan-kejutan di dalam kontestasi bergengsi ini. Kita nikmati saja Pesta Demokrasi ini dengan sikap positif dan iklas siapapun yang akan jadi pemenangnya nanti.
Salam.
0 Response to "Hanya Modal Ganteng Doang AHY Bisa Menangi Pilgub DKI"
Posting Komentar