loading...
Kemarin. Timses Anies-Sandi merasa konsep kampanyenya dicontek oleh Cagub lain, spesifiknya oleh kubu Agus-Sylvi. Menanggapi ini, AHY malah tertawa mendengar itu. Ia mengatakan, “Ha..ha..ha.. yang niru siapa ya? Makanya pada beli kaca yang gede.”
Awalnya. Saya meragukan sikap percaya diri AHY dalam menanggapi tuduhan mencontek tersebut dengan gelak tawa. Kita tahu sendiri, AHY dianggap jauh tertinggal dari segi pengalaman jika dibandingkan dengan Anies. Banyak yang menganggap AHY sebagai “Cagub magang”. Apalagi saat ia menjelaskan tentang konsep “kota apung” yang jadi bahan tertawaan itu.
Tapi. Hari ini. Kata-kata AHY terbukti. Ternyata, AHY selangkah lebih maju dari pasangan Anies-Sandi. AHY mengatakan gini, “Ha..ha..ha… Lucu juga pertanyaannya, ha..ha… Ya mudah-mudahan ini lah, ha..hah, speechles saya dibilang meniru karena yang meniru siapa, kita cari saja.”
Hari ini. Anies berkunjung ke Markas FPI dalam acara Taklim Bulanan. Tentu, kunjungan ini bukan sekedar menjalin tali silaturahmi atau menimba ilmu dalam acara takliman. Ini pasti bagian dari kampanye Anies untuk minta semacam “restu” dari FPI. Itulah mengapa, dalam acara tersebut Anies sempat sampaikan klarifikasi bahwa ia bukan Syiah, Wahabi dan Liberal.
Klarifikasi ini penting. Sebab, restu FPI dapat diberikan jika unsur-unsur Syiah dan Liberal, bersih dalam diri seorang calon pemimpin. Itulah mengapa yang pertama kali Anies bahas dalam acara takliman itu masalah ke-ahlussunnah-annya. Anies tahu, FPI ini sangat benci dengan Syiah dan Liberal. Dan FPI tahu masa lalu Anies yang sangat vokal menyuarakan keragaman dan kebhinekaan. Anies juga sangat vokal melawan Prabowo saat jadi Timsesnya Jokowi.
Kini Anies sadar. Bahwa posisi politiknya dulu keliru. Ia telah salah memilih jalan hidup politisnya. Sekarang Anies bersekutu dengan Prabowo. Dendam masa lalu harus disudahi. Label-label miring yang dulu ia selalu bersikap masa bodoh, kini ia harus klarifikasi semuanya. Itu semua tidak benar. Saya seratus persen ahlussunnah wal jama’ah.
Ternyata. Terbukti apa yang AHY katakan. Siapa yang meniru sekarang? AHY atau Anies? Saya jadi tahu mengapa AHY begitu percaya diri sampai-sampai menyindir dengan menyuruh untuk beli kaca yang gede. Untuk level “cagub magang” seperti AHY ini prestasi yang luar biasa. Dapat mempermalukan seniornya.
AHY pasti tahu kalau Anies bakal berkunjung ke markas FPI untuk minta restu. Sebab, kondisi mengharuskan rival Ahok mendekat ke FPI. Siapa yang mendekati FPI maka akan mendapat pundi-pundi suara pemilih muslim di Jakarta. Itulah mengapa survei-survei yang terakhir menempatkan Agus-Sylvi pada urutan pertama. Bisa jadi, ini karena pengaruh FPI. Dan tentunya, FPI akan senang jika mereka dijadikan faktor penentunya.
Dari pantauan debat-debat terakhir, Anies terlihat kewalahan kalau harus bersinggungan dengan program kerja. Anies selalu mencari celah untuk menjatuhkan Petahana lewat kesantunan juga masalah yang kini dihadapi Petahana. Bahkan, dalam kesempatan lain seperti kampanye, yang dibicarakan, ya seputar itu-itu saja. Sebab, sudah banyak yang Petahana lakukan untuk Jakarta. Apalagi warga Jakarta sudah banyak yang cerdas dalam memilih pemimpinnya. Dan parahnya, banyak warga yang telah jatuh cinta pada Petahana. Meski, Petahana masih dalam pusaran masalah yang cukup serius.
Apa yang Anies lakukan memang itulah yang semestinya dilakukan. Anies beruntung bisa sejauh ini melangkah, meski harus mengorbankan idealisme yang dulu ia selalu suarakan. Sedang Yusril harus berhenti mengejar ambisi politiknya dengan sangat memalukan. Padahal, apa yang telah Yusril lakukan? Semuanya telah ia lakukan. Itulah politik. Menghamba itu penting. Untuk mendapat semacam “restu”.
Saya sangat menyayangkan sekali, pada akhirnya Anies Baswedan yang dulu adalah pejuang kebhinekaan, harus mulai merajut hubungan jauh lebih dekat dengan ormas yang hendak menghancurkan kebhinekaan.
Pertanyaannya adalah apakah politik selalunya demikian, memaksa seseorang untuk menjadi oportunis? Jawabannya, bisa ya bisa juga tidak. Ahok pernah membuktikan kepada partai yang kini mendukung Anies bahwa suaranya tidak bisa dikendalikan oleh partai. Itulah mengapa, hingga kini, Habiburokhman selalu mencari celah untuk balas dendam kepada Ahok.
Tapi kebanyakan para politisi tak kuasa melawan tuntutan partai. Dan Anies adalah salah satunya. Mungkin dulu anda pernah menyimpan sebuah harapan dari sosok Anies. Tapi, harapan itu lambat laun hilang, bersamaan dengan keputusannya berpihak kepada lawan politiknya dulu.
Saya rasa, begitulah kura-kura.
Awalnya. Saya meragukan sikap percaya diri AHY dalam menanggapi tuduhan mencontek tersebut dengan gelak tawa. Kita tahu sendiri, AHY dianggap jauh tertinggal dari segi pengalaman jika dibandingkan dengan Anies. Banyak yang menganggap AHY sebagai “Cagub magang”. Apalagi saat ia menjelaskan tentang konsep “kota apung” yang jadi bahan tertawaan itu.
Tapi. Hari ini. Kata-kata AHY terbukti. Ternyata, AHY selangkah lebih maju dari pasangan Anies-Sandi. AHY mengatakan gini, “Ha..ha..ha… Lucu juga pertanyaannya, ha..ha… Ya mudah-mudahan ini lah, ha..hah, speechles saya dibilang meniru karena yang meniru siapa, kita cari saja.”
Hari ini. Anies berkunjung ke Markas FPI dalam acara Taklim Bulanan. Tentu, kunjungan ini bukan sekedar menjalin tali silaturahmi atau menimba ilmu dalam acara takliman. Ini pasti bagian dari kampanye Anies untuk minta semacam “restu” dari FPI. Itulah mengapa, dalam acara tersebut Anies sempat sampaikan klarifikasi bahwa ia bukan Syiah, Wahabi dan Liberal.
Klarifikasi ini penting. Sebab, restu FPI dapat diberikan jika unsur-unsur Syiah dan Liberal, bersih dalam diri seorang calon pemimpin. Itulah mengapa yang pertama kali Anies bahas dalam acara takliman itu masalah ke-ahlussunnah-annya. Anies tahu, FPI ini sangat benci dengan Syiah dan Liberal. Dan FPI tahu masa lalu Anies yang sangat vokal menyuarakan keragaman dan kebhinekaan. Anies juga sangat vokal melawan Prabowo saat jadi Timsesnya Jokowi.
Kini Anies sadar. Bahwa posisi politiknya dulu keliru. Ia telah salah memilih jalan hidup politisnya. Sekarang Anies bersekutu dengan Prabowo. Dendam masa lalu harus disudahi. Label-label miring yang dulu ia selalu bersikap masa bodoh, kini ia harus klarifikasi semuanya. Itu semua tidak benar. Saya seratus persen ahlussunnah wal jama’ah.
Ternyata. Terbukti apa yang AHY katakan. Siapa yang meniru sekarang? AHY atau Anies? Saya jadi tahu mengapa AHY begitu percaya diri sampai-sampai menyindir dengan menyuruh untuk beli kaca yang gede. Untuk level “cagub magang” seperti AHY ini prestasi yang luar biasa. Dapat mempermalukan seniornya.
AHY pasti tahu kalau Anies bakal berkunjung ke markas FPI untuk minta restu. Sebab, kondisi mengharuskan rival Ahok mendekat ke FPI. Siapa yang mendekati FPI maka akan mendapat pundi-pundi suara pemilih muslim di Jakarta. Itulah mengapa survei-survei yang terakhir menempatkan Agus-Sylvi pada urutan pertama. Bisa jadi, ini karena pengaruh FPI. Dan tentunya, FPI akan senang jika mereka dijadikan faktor penentunya.
Dari pantauan debat-debat terakhir, Anies terlihat kewalahan kalau harus bersinggungan dengan program kerja. Anies selalu mencari celah untuk menjatuhkan Petahana lewat kesantunan juga masalah yang kini dihadapi Petahana. Bahkan, dalam kesempatan lain seperti kampanye, yang dibicarakan, ya seputar itu-itu saja. Sebab, sudah banyak yang Petahana lakukan untuk Jakarta. Apalagi warga Jakarta sudah banyak yang cerdas dalam memilih pemimpinnya. Dan parahnya, banyak warga yang telah jatuh cinta pada Petahana. Meski, Petahana masih dalam pusaran masalah yang cukup serius.
Apa yang Anies lakukan memang itulah yang semestinya dilakukan. Anies beruntung bisa sejauh ini melangkah, meski harus mengorbankan idealisme yang dulu ia selalu suarakan. Sedang Yusril harus berhenti mengejar ambisi politiknya dengan sangat memalukan. Padahal, apa yang telah Yusril lakukan? Semuanya telah ia lakukan. Itulah politik. Menghamba itu penting. Untuk mendapat semacam “restu”.
Saya sangat menyayangkan sekali, pada akhirnya Anies Baswedan yang dulu adalah pejuang kebhinekaan, harus mulai merajut hubungan jauh lebih dekat dengan ormas yang hendak menghancurkan kebhinekaan.
Pertanyaannya adalah apakah politik selalunya demikian, memaksa seseorang untuk menjadi oportunis? Jawabannya, bisa ya bisa juga tidak. Ahok pernah membuktikan kepada partai yang kini mendukung Anies bahwa suaranya tidak bisa dikendalikan oleh partai. Itulah mengapa, hingga kini, Habiburokhman selalu mencari celah untuk balas dendam kepada Ahok.
Tapi kebanyakan para politisi tak kuasa melawan tuntutan partai. Dan Anies adalah salah satunya. Mungkin dulu anda pernah menyimpan sebuah harapan dari sosok Anies. Tapi, harapan itu lambat laun hilang, bersamaan dengan keputusannya berpihak kepada lawan politiknya dulu.
Saya rasa, begitulah kura-kura.
0 Response to "Kini, Giliran Anies yang Minta Restu FPI"
Posting Komentar