loading...

Ketum PBNU : Pemimpin Kafir Adil Lebih Baik Dari Pemimpin Muslim “Zalim”

loading...

Beberapa waktu yang lalu, beredar sebuah cuplikan video Ketua Umum PBNU, Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siroj, M.A. (Kang Said) yang menyatakan bahwa Pemimpin “Kafir” yang adil lebih baik daripada pemimpin muslim yang “zalim” di media sosial.


Sebagaimana diketahui, Kang Said menyatakan bolehnya seorang muslim memilih pemimpin non-Muslim saat ditanya wartawan di kantor PBNU Jalan Kramat Raya, Jakarta, Sabtu (16/4) lalu. “Siapa saja yang mampu dan dipercaya rakyat, pemimpin yang adil meski itu non-Muslim tapi jujur, itu lebih baik daripada pemimpin Muslim tapi zalim. Di mana saja dan siapa saja,” jawab Kang Said seperti dilansir di sejumlah media.



Dalam video tersebut, Kang Said menyatakan bahwa pendapat beliau hanya ingin menyampaikan pendapat seorang ulama besar Islam yang bernama Ibnu Taimiyah yang menyatakan bahwa pemimpin non muslim yang adil lebih baik dari pemimpin muslim yang “zalim”.

Silahkan simak pendapat beliau dalam video di Youtube :


https://youtu.be/fKJRfOp8y3k

Sontak saja, pernyataan seorang Ketua Umum PBNU yang mewakili organisasi besar Islam (NU) yang sangat terpengaruh di Indonesia ini membuat publik untuk ingin mengetahui alasan beliau mengucapkan hal demikian.

Menurut Wasekjen NU, H. Masduki Baidlawi (Cak Duki) di Jakarta yang dimuat dalam situs resmi NU, “Pernyataan Kang Said ini mesti dilihat secara utuh bagaimana pernyataannya terlontar,” kata Wasekjen NU H Masduki Baidlawi (Cak Duki) di Jakarta, Selasa (26/4) malam seperti yang dimuat dalam situs resmi NU tanggal 27 April 2016 ini.

Cak Duki menambahkan, pernyataan Kang Said itu bukan dalam rangka mendukung calon pemimpin non-Muslim. Kang Said lebih menekankan aspek kejujuran dan keadilan dalam memilih pemimpin.

Karenanya pemimpin non-Muslim yang adil dan jujur dalam konteks khususnya Indonesia masih lebih baik daripada pemimpin muslim yang berbuat aniaya. Pasalnya unsur primer yang dibutuhkan dalam kepemimpinan baik pusat maupun daerah di Indonesia saat ini adalah kejujuran dan keadilan.

“Jujur dan adil ini sifat yang mungkin saja melekat pada diri muslim dan non-Muslim,” kata Cak Duki.

Pernyataan Kang Said juga bukan tanpa dasar. Itu sebenarnya pernyataan Sayidina Ali Ra yang dikutip Ibnu Taimiyah yang menyatakan bahwa negara yang adil akan kekal sekalipun ia negara kafir. Sebaliknya, negara yang zalim akan binasa sekalipun ia negara Islam.


“Yang benar itu ya pemimpin Muslim yang jujur dan adil. Tetapi kalau tidak ada, secara darurat dan terpaksa kita boleh memilih pemimpin non-Muslim yang memiliki integritas,” kata Cak Duki.

Kalaupun sampai terjadi, kekuasaan pemimpin non-Muslim tetap terpantau. Karena memang kekuasaan zaman sekarang sudah terdiferensiasi. Pemimpin dipantau lembaga legislatif, yudikatif, dan juga masyarakat. Berbeda dengan raja-raja zaman dahulu yang memiliki kekuasaan tunggal tanpa kontrol.

Dari sini kemudian pemimpin non-Muslim dan perempuan dimungkinkan. Perihal ini juga sudah diputuskan dalam bahtsul masail pada forum Muktamar NU di Pesantren Lirboyo Kabupaten Kediri Provinsi Jawa Timur tahun 1999 seperti yang dilansir dalam situs resmi NU.

Pemimpin Adil dan Pemimpin Zalim

Sebelum kita membahas lebih lanjut tentang perbedaan antara pemimpin yang adil dengan pemimpin yang zalim, ada baiknya kita membahas pengertian antara adil dan zalim itu sendiri.

Menurut situs Wikipedia, kata Adil berasal dari bahasa Arab yang berarti berada di tengah-tengah, jujur, lurus, dan tulus. Secara terminologis adil bermakna suatu sikap yang bebas dari diskriminasi, ketidakjujuran. Dengan demikian orang yang adil adalah orang yang sesuai dengan standar hukum baik hukum agama, hukum positif (hukum negara), maupun hukum sosial (hukum adat) yang berlaku.

Dengan demikian, orang yang adil selalu bersikap imparsial, suatu sikap yang tidak memihak kecuali kepada kebenaran. Bukan berpihak karena pertemanan, persamaan suku, bangsa maupun agama.

Sedangkan kata zalim menurut Wikipedia adalah meletakkan sesuatu/ perkara bukan pada tempatnya. Orang yang berbuat zalim disebut zalimin dan lawan kata dari zalim adalah adil.

Kalimat zalim bisa juga digunakan untuk melambangkan sifat kejam, bengis, tidak berperikemanusiaan, suka melihat orang dalam penderitaan dan kesengsaraan, melakukan kemungkaran, penganiayaan, kemusnahan harta benda, ketidak adilan dan banyak lagi pengertian yang dapat diambil dari sifat zalim tersebut, yang mana pada dasarnya sifat ini merupakan sifat yang keji dan hina, dan sangat bertentangan dengan akhlak dan fitrah manusia, yang seharusnya menggunakan akal untuk melakukan kebaikan.

Jadi pemimpin yang adil itu akan memberikan manfaat kepada semua orang tanpa memandang latar belakang orang tersebut. Dengan kata lain, pemimpin yang adil itu akan memberikan manfaat pada semua orang. Sedangkan pemimpin yang zalim akan bersifat sebaliknya yaitu akan memberikan kerusakan pada dirinya dan semua orang.

Jika ada dua pilihan yaitu seorang pemimpin “kafir” yang adil yang bisa memberikan kebaikan kepada semua orang dan pemimpin zalim yang memberikan kerusakan pada dirinya sendiri dan kerusakan pada semua orang…


Anda pasti sudah tahu harus memilih yang mana… 😉



0 Response to " Ketum PBNU : Pemimpin Kafir Adil Lebih Baik Dari Pemimpin Muslim “Zalim”"

Posting Komentar