loading...
Saya sudah malas sebenarnya membahas pernyataan-pernyataan Anies yang isinya hanya berupa pembodohan, kebohongan dan cacat-cacat fakta serta logika yang disengaja. Namun, setiap kali mendegar si oke ini ngoceh, selalu timbul satu rasa tidak rela untuk membiarkan pernyataan-pernyataan culasnya begitu saja. Karena si oke-ngoceh ini selalu menyampaikan pemutar-balikan fakta dan logika dengan begitu percaya diri, padahal dia tahu dia sedang menyatakan propaganda yang memecah belah, juga dia tahu bahwa muatan pernyataannya kaya akan fitnah. Ibaratnya sudah tahu di depanmu ada orang yang sedang menyeberang, tapi kamu tancap gas terus. Nalar dilibas dan nurani digilas.
Mengingat Anies maka seharusnya kita mengingat Hitler dan teknik propagandanya. Salah satunya adalah propaganda tentang “Kebohongan besar” (Jerman: große Lüge) yang merupakan sebuah teknik propaganda yang pernah diciptakan oleh Adolf Hitler ketika ia mendiktekan bukunya yang sangat terkenal, Mein Kampf, pada 1925.
Pada buku tersebut, Hitler mengungkapkan dengan sangat berapi-api tentang bagaimana sekelompok orang yang dia tuduhkan (orang-orang keturunan Yahudi di Jerman pada saat itu) telah menciptakan sebuah kebohongan yang sangat besar dan kolosal. Hitler mengklaim bahwa merekalah (kaum keturunan Yahudi) yang telah menjadi penyebab dari jatuhnya pimpinan politik tertinggi dan jenderal besar Jerman yang sangat dikagumi pada saat itu. Tuduhan itu diperparah dengan narasi kebencian yang lagi-lagi menuduh warga keturunan Yahudi sebagai biang kerok dari ketidakstabilan politik dan ekonomi Jerman akibat kekalahan mereka di Perang Dunia yang pertama.
Jikalau Engkau Mengatakan Sebuah Kebohongan yang Cukup Besar, dan Mengatakannya Cukup Sering, Maka Kebohongan itu Akan Dipercaya – Adolf Hitler, (terjemahan bebas).
Propaganda kebencian dari Hitler terhadap salah satu ras inilah yang kelak dijadikan “bahan bakar” politiknya untuk menghidupkan mesin kediktatorannya. Ia menumbuhkan kebencian masyarakat terhadap satu ras sambil mengangkat ras yang lain sebagai kaum yang supreme, berderajat lebih tinggi, dan dinilai sebagai yang paling berhak serta paling pantas memimpin dunia.
Para pembaca Seword sudah bisa melihat pada titik ini bukan? Propaganda yang dilakukan kubu Anies-Sandi ini persis seperti apa yang dilakukan oleh mesin propaganda Hitler, dan sekarang hal tersebut sedang terjadi di Indonesia, khususnya Jakarta. Tapi numpang tanya, di mana akhirnya propaganda fasis-rasis itu berakhir selain daripada di Perang Dunia kedua? Tidak heran nanti pada video yang akan saya cantumkan di bawah, Anies disebut fasis oleh mantan rekannya sendiri. Dan itu memang betul karena sejarah sudah pernah bercerita tentang orang yang serupa.
Senjata Politik Terbaik adalah Teror. Kekejaman akan Mengatur Rasa Hormat. Orang-orang Mungkin Akan Membenci Kami. Tetapi, Kami Tidak Butuh Cinta Mereka; yang Kami Butuhkan Hanyalah Ketakutan Mereka – Heinrich Himmler, Menteri Dalam Negeri dan Pimpinan Seluruh Korps Kepolisian Nazi di Era Hitler. (terjemahan bebas).
Namun untungnya masih banyak orang yang bernurani bersih di negeri kita. Justru semua kebohongan besar yang Anies-Sandi suarakan malah menuai perlawanan, termasuk dari rekan-rekan sejawat yang pernah mengenal keseharian mereka sebelumnya. Salah satunya adalah rekan Anies di Universitas Paramadina, Mohammad Monib. Beliau langsung angkat suara setelah menyaksikan pidato kebangsaan yang dibawakan Anies pada dua stasiun televisi nasional kemarin (03/04/2017).
Saya sangat yakin apa yang dirasakan oleh rekan-rekan sejawat Anies seperti Mohammad Monib ini juga dirasakan oleh banyak orang. Kebohongan yang begitu terstruktur, sistematis dan masif ini telah mencapai titik nadirnya, dan telah siap meluluh-lantahkan bangsa hingga titik terendahnya kalau terus dibiarkan. Dari seluruh narasi kampanye Anies-Sandi hingga kini, kita dapat menemukan bagaimana teknik-teknik propaganda yang mengerikan ada di sana. Selain “big lie” yang saya sebut di atas, masih ada trik-trik disinformasi lainnya yang dilakukan, seperti “dog whistle”, “half-truth”, “doublespeak” dan “false flag”.
Yang terbaru adalah bagaimana Anies menyalahkan para simpatisannya sendiri yang memasang 100 lebih spanduk “Jakarta bersyariah” dengan foto Anies-Sandi. Anies menyatakan bahwa itu semua fitnah yang dilakukan oleh kubu lawan untuk menyerang dirinya dan Sandi. Inilah yang dinamakan dengan teknik komunikasi politik false flag. Dia sendiri yang melakukan tetapi ia menuduh pihak lawan yang melakukannya, brengsek bukan?
Sebuah Kebohongan Ketika Disampaikan Satu Kali akan Tetap Menjadi Sebuah Kebohongan. Tetapi ketika Sebuah Kebohongan Disampaikan Seribu kali, itu Akan Menjadi Kebenaran – Joseph Goebbels, Menteri Propaganda Nazi di Era Hitler. (terjemahan bebas).
Masalahnya, tuduhan Anies-Sandi ini sulit diterima nalar ketika terang-terangan basis pendukung dan simpatisan Anies-Sandi selama ini memang kelompok-kelompok yang sangat amat terkenal dengan libidonya yang tinggi untuk menerapkan ideologi sektarian-radikal berkedok paham keagamaan yang sangat sempit. Kita akan lebih percaya bahwa simpatisan Anies-Sandi sendirilah yang melakukannya. Masa sebagai calon pemimpin tidak tahu basis massa pendukungnya sendiri? Anies kalau pura-pura tidak tahu ya tidak usah sampai sebegitunyalah.
Akhir kata dari saya bagi para pembaca (Seword). Ketika mengingat Anies, yang adalah Doktor bidang politik, saya menjadi tak heran mengapa ia bisa begitu menguasai teknik-teknik propaganda yang begitu tengik. Memang perlu kecerdasan yang cukup untuk memainkan semua komunikasi politik busuk ini dengan apik. Masyarakat tidak boleh diam dan mendiamkan. Kita harus bangkit, dan hanya satu kata “lawan!” yang pantas bagi para politisi busuk seperti Anies-Sandi. Kita tidak boleh diam, karena ketika kita semakin diam, Indonesia akan jatuh semakin dalam. Dan itu sangat menyedihkan.
Begitulah kumbang-kumbang, Bwakakakakk.
Sumber
Luar biasa jahat nya anus dan dandi
BalasHapusJahat banget anus. Dari wajahnya kelihatan wajah penuh tipuan iblis
BalasHapusHanya satu kata untuk asu # lawan
BalasHapus