loading...

Strategi Busuk “Meng-Ahok-kan” Jokowi

loading...




Anda mau mem-bully saya sebagai orang yang ngga bisa move on, silakan. Atau anda mau kafir-kafirken ane sebab bela Ahok, tak masalah. Sebagai pembenci Ahok, penguasa suci kebenaran, paling islam, anda bebas berkata-kata.

Saya tak akan pernah merubah sikap dan keyakinan. Bahwa sejak awal, bukan Ahok yang menista Islam, Qur’an, dan ulama. Demi Allah, saya berlepas diri dari orang-orang muslim yang telah menghina, merendahkan, melecehkan, dan menistakan Ahok atas nama Islam. Selebihnya, urusan siapa yang benar di hadapan Tuhan, kelak kita pertanggung jawabkan masing-masing.

Bahwa bila saya ungkit kembali perkara ini, tidak lain karena cara-cara keji dan mungkar terus-menerus diproduksi untuk menjatuhkan orang lain, dalam hal ini menjatuhkan Jokowi. Dengan siasat dan cara yang sama, Jokowi hendak ditumbangkan.


Model manajemen isu, penyebaran berita, fitnah, dan bullying, yang kesemuanya itu dimaksudkan untuk membunuh karakter di satu sisi, dan meletupkan emosi massa di sisi lain, sesungguhnya tak kalah kejinya dengan kudeta militer yang berdarah-darah.

Ahok telah berhasil dibunuh karakternya, disingkirkan dari jabatannya, dihabiskan untuk tidak terpilih kembali sebagai gubernur, dan harus dipenjara, hanya semata-mata karena opini busuk, sadis, dan keji bahwa ia telah menista agama.

Tentu saja Jokowi akan sulit dinistakan jika senjata yang ditusukkan ke dadanya adalah ia menista agama. Namun bukan di sini poinnya. Poinnya adalah bagaimana bisa menyingkirkan Jokowi melalui manajemen isu, berita, fitnah, dan bullying itu.

Tentang apa isu yang diangkat, ini juga tidak penting. Sebab yang terpenting adalah teraduknya sentimen massa, meletupnya emosi massa, untuk mengatasnamakan rakyat bersama, dan menjatuhkan Jokowi.

Amin Rais yang konon hari ini memimpin aksi berangka-angka kayak togel itu, berusaha masuk melalui isu Perppu. Massa presidium aksi 212, tentu saja para cherleader yang memantik emosi. Politisi busuk macam FH dan FZ memantik emosi massa, melalui bacotannya di media. Sedang SBY dan Prabowo telah mulai menunjukkan persekutuannya sebagai “alarm kebangkitan” dari apa yang nanti akan diskenariokan sebagai “situasi yang gawat darurat” terhadap bangsa dan negara ini.

Seingat saya, terakhir kali SBY muncul di media, dan curhat seperti biasa, adalah jelang pencoblosan Pilkada DKI putaran pertama. Seperti biasa, doi berkata-kata dengan lirih, sambil nahan-nahan emosi, seakan dunia runtuh di atas kepalanya. Dia bela anaknya, AHY, dari berbagai serangan. Hasilnya? Suara yang memilih AHY jeblok bukan kepalang.


Sejak itu, sang mantan seperti tenggelam. Entah apa yang dirasakannya dengan kekalahan telak yang diderita anaknya.Saya hanya bisa prihatin! (satu tangan taruh di atas dada).

Namun dunia mencatat, (setidak-tidaknya gue yang nyatet): Begitu ada hal yang menyasar peri kehidupan penguasa 2 periode ini, serta-merta dia akan bikin siaran pers. Curhat lagi. Curhat lagi. Istrinya pun seperti tak kalah. Emang keluarga ini harmonis sekali.

Bila anda menandai SBY melalui album-album nyanyiannya, saya kok cuman teringat kebiasaannya curhat-curhat di media. Jadi berapa ribu keping sih albumnya itu terjual??

Nah, kini, setelah kurang lebih 6 bulan berlalu, sang mantan muncul lagi. Rupa-rupanya punya amunisi baru. Disuntik semangat hasil pertemuan dengan Prabowo.

Maka seperti biasa, SBY beri pesan-pesan politik. Sasarannya kepada siapa lagi kalau bukan kepada Jokowi?

Wahai rakyat Indonesia! Ada apa dengan SBY? Begitu besar prestasinya sewaktu jadi penguasa, yang saya catat adalah prestasi mangkrak-mangkrak, penguatan dan pembiaran ormas-ormas radikal, politisi-politisi dari partainya yang terlibat korupsi, juga bikin acara perubahan menyebut China sebagai Tiongkok!!

SBY dan Prabowo kini sudah ketemu. Bisa jadi inilah waktu bagi para pesakitan mengerahkan segala daya dan dana untuk “meng-Ahok-kan” Jokowi.



Sungguh, semua itu saling berhubungan. Dikelola begitu rupa oleh aktor-aktor intelektual busuk yang bisa jadi orang-orang yang sama, yang telah berhasil menzalimi Ahok.

Lantas, apakah kita diam saja?

Pelajaran mahal dari kasus Ahok, sebagian besar barisan pendukung Ahok terlalu percaya diri bahwa akal sehat, nalar kewarasan, mampu menjaga Ahok untuk terus memimpin Jakarta. Faktanya, akal sehat kalah dengan akal somplak di Jakarta.

Oleh karena itu, bani kecebong selayaknya jangan terlalu bangga dan percaya diri dengan keberhasilan yang diraih Jokowi hingga saat ini. Bagaimanapun, kebenaran yang tidak dikelola secara baik dan bersama-sama, akan dikalahkan oleh kebusukan yang di-manage sedemikiah rupa.

Bukan saatnya lagi untuk diam. Tetapi, bukan hanya tidak diam yang diperlukan, melainkan bersekutu, berjama’ah, bergandeng tangan, bersama-sama melawan isu, berita, fitnah, atau hoax-hoax yg sengaja dikelola.

Logika memang mestinya dilawan logika. Karena pola mereka adalah fentungan yg dipake, maka dengan tetap menjadi waras, fentungan harus dilawan dengan besi!!


0 Response to "Strategi Busuk “Meng-Ahok-kan” Jokowi "

Posting Komentar