loading...

Di Tanah Abang Anies Baswedan Dituding Langgar 5 Aturan Hukum

loading...



TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman RI Perwakilan Jakarta menemukan lima peraturan perundang-perundangan yang dilanggar oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di bawah Gubernur Anies Baswedan ketika menggeber kebijakan penataan di Tanah Abang yang dimulai Desember 2017.

Penataan Tanah Abang tersebut meliputi penutupan Jalan Jatibaru Raya dan menempatkan pedagang kaki lima (PKL) di sana. Temuan Ombudsman tertuang dalam laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP).

Sesuai siaran pers Ombudman yang diteken Plt Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Dominikus Dalu, dan diterima Tempo pada hari ini, Senin, 26 Maret 2018, lima peraturan yang dilanggar adalah Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, dan Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Selain itu, menurut Ombudsman, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengesampingkan hak pejalan kaki dalam menggunakan trotoar sehingga melanggar Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi.

Gubernur Anies Baswedan belum menanggapi temuan terbaru Ombudsman DKI. Tapi, sebelumnya dia tak mau menanggapi temuan sementara Ombudsman pada pekan lalu, ihwal dugaan maladministrasi dalam penataan kawasan Jalan Jatibaru.

"Enggak usah deh (dikomentari),” katanya, Selasa, 20 Maret 2018. “Biar Ombudsman saja (yang berkomentar), biar Ombudsman ada sesuatu yang dikatakan," ucap Anies.

Temuan lima peraturan perundangn tadi masuk ke dalam empat tindakan maladaministrasi dalam penetapan kebijakan di Jalan Jatibaru Raya. Maladministrasi pertama, Gubernur DKI bersama Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, serta Perdagangan (KUMKMP) DKI Jakarta tidak kompeten dalam mengantisipasi dampak penataan PKL di Jalan Jatibaru Raya.

Persoalan kompetensi ini terlihat dari tugas-tugas yang tidak selaras dengan Dinas UMKM dan Perdagangan. "Selain itu, penataan tidak memiliki perencanaan matang, terkesan terburu-buru dan parsial, karena belum punya Rencana Induk Penataan PKL dan peta jalan PKL di Provinsi DKI," seperti tertulis dalam keterangan pers.

Adapun kesalahan kedua, menurut Ombudsman, kebijakan Gubernur Anies Baswedan menutup Jalan Jatibaru Raya menyimpang dari prosedur. Kebijakan Gubernur bersama Dinas Perhubungan DKI tersebut tanpa mendapat izin dari Kepolisian Daerah Metro Jaya, khususnya dari Direktorat Jenderal Lalu Lintas. Keharusan koordinasi dan meminta izin polisi tertuang dalam Pasal 128 ayat 3, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Kesalahan yang ketiga adalah kebijakan Pemerintah DKI Jakarta telah mengabaikan kewajiban hukum. Ombudsman menilai, diskresi Gubernur DKI Jakarta dalam menutup jalan dan menempatkan PKL di situ mengabaikan tiga peraturan.

Tiga peraturan tersebut UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan khususnya tentang penggunaan diskresi, Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030, dan Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Pengaturan Zonasi DKI Jakarta 2030.

"Menurut Ombudsman, hal ini merupakan maladministrasi berupa pengabaian kewajiban hukum."

Terakhir, kesalahan keempat menurut Ombudsman DKI adalah alih fungsi Jalan Jatibaru Raya, Tanah Abang, melanggar peraturan perundang-undangan.


0 Response to "Di Tanah Abang Anies Baswedan Dituding Langgar 5 Aturan Hukum"

Posting Komentar