loading...
Mulai dari Sekolah Dasar ( SD), kita juga sudah tahu tentang Pangeran Diponegoro. Secara sederhana dinyatakan, Diponegoro memberontak, melawan penjajah karena makam keluarganya diobrak abrik.
Informasi sederhana itu mungkin cocok untuk anak anak SD walaupun kemudian ternyata alasan Diponegoro melawan penjajah tidaklah sesederhana itu. Sejak masih duduk di bangku SD, kita sudah tahu, Pangeran itu telah melakukan perlawanan, pemberontakan kepada Hindia Belanda yang berlangsung pada 1825-1830. Perang tersebut juga sering dinamakan Perang Diponegoro atau juga Perang Jawa.
Kenang kenangan masa kecil tentang Diponegoro atau tentang pahlawan nasional lainnya tentu sangat baik apabila dibarengi upaya untuk terus memperdalam tentang berbagai hal yang berkaitan dengan riwayat hidup dan hikayat perjuangan para pahlawan bangsa itu.
Dalam perspektip yang demikian lah saya begitu bersemangat membaca berita Kompas.com, 2/3/2018 . Media on line milik Kompas Grup itu mewartawakan, sejarawan Inggris, Peter Carey asal Trinity College Oxford University, Inggris, telah menulis sebuah buku tentang Diponegoro yang bertajuk" Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa ( 1785-1855).
Buku tulisan Peter Carey ini memiliki 1.000 halaman. Didalamnya bisa ditemukan lebih dari 2.000 catatan kaki lengkap dengan Bahasa Jawa dan terjemahan.
Buku karya Peter telah menunjukkan hasil riset mendalam, bukti, juga fakta dari berbagai arsip otentik terkait siapa sebenarnya Diponegoro.
"Betul betul ilmuwan berdasar fakta dan bukan blog (di internet) yang lebih banyak cerita legenda", ujar Wardiman Djojonegoro Menteri Pendidikan RI tahun 1993-1998.
Wardiman sendiri telah mendapatkan buku Peter itu pada 2009. Wardiman selanjutnya mengatakan ,buku karya Peter itu mengungkapkan bahwa Diponegoro muncul karena empati melihat rakyat Jawa yang terus ditindak kolonial ,sementara rasa nasionalismenya keraton merosot.
Hal tersebut diungkapkan oleh Wardiman Djojonegoro dalam Seminar Nasional dengan thema "Diponegoro dalam Sejarah dan Memori di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Persatuan Guru RI" di Wates, Kabupaten Kulon Progo, Yogjakarta ,Jum'at ( 2/3/2018).
Peter Carey yang juga jadi pembicara pada Seminar itu menyatakan, Pahlawan Nasional Pangeran Diponegoro dan Soekarno merupakan sosok ratu adil pada masanya. Keduanya muncul saat rakyat berada dalam tekanan hidup dan memerlukan keadilan.
Bagi Peter, ratu adil bukan sekedar sosok, tetapi juga keadilan sosial ketika rakyat merasakan hidup sejahtera dengan pemimpinnya yang benar benar mengingat dan mencintai rakyat.
Kemudian Peter mengatakan, dalam diri Diponegoro dan Soekarno terdapat upaya mewujudkan keadilan sosial itu.Inilah inti perjuangan kedua tokoh, ujar Peter.
Peter selanjutnya berkata, tokoh lain akan terus bermunculan untuk mewujudkan keadilan sosial itu di masyarakat yang mengalami tekanan. Mereka hadir pada masa karut marut dan membuat perubahan seperti Soekarno dan Diponegoro.
Sejarawan asal Inggris itu menyatakan sekurang kurangnya ada 2 tokoh yang dapat disamakan dengan Diponegoro dan Soekarno.
Yang pertama adalah Abdur Rahman Wahid, Presiden RI ke -4.
Ketika Suharto jatuh, kondisi negeri carut marut dan melukai keadilan bagi kelompok minoritas. Gus Dur muncul dengan membuat banyak kebijakan yang menjadi landasan bagi kerukunan antar ras. Gus Dur mendorong banyak inisiatif, termasuk diantaranya mendorong etnis Tionghoa bisa memiliki hak yang sama dengan warga lain.
Kemudian menurut Peter, muncul lagi tokoh lain yaitu Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Menurutnya mantan Bupati Belitung Timur itu memiliki karakter bicara spontan dan apa adanya seperti Diponegoro. Dengan gayanya Ahok dinilai berjasa membuat perubahan bagi kota Jakarta.
Dari hal hal yang diuraikan oleh sejarawan asal Inggris itu kita dapat memetik beberapa hal. Pada setiap masa akan selalu muncul keinginan masyarakat untuk kehadiran ratu adil.
Tetapi ratu adil itu tidak hanya sekedar sosok tetapi justru harapan dan keinginan masyarakat tentang adanya pemimpin yang akan membebaskan mereka dari tekanan untuk kemudian dapat memperoleh hidup yang sejahtera. Sosok ratu adil yang didambakan itu adalah seorang pemimpin yang mengingat dan dicintai rakyatnya.
Di budaya masyarakat kita terutama pada masyarakat Jawa , banyak orang yang meyakini bahwa pada suatu masa ,seorang ratu adil akan hadir ditengah tengah mereka. Ratu Adil itu akan membebaskan mereka dari penindasan, tekanan serta penderitaan hidup yang dialaminya.
Dalam konteks yang demikian Peter Carey melihat bahwa Gus Dur dan Ahok merupakan figur yang menyerupai kegigihan Diponegoro dan Sukarno dalam menegakkan keadilan untuk masyarakatnya.
Mungkin kita bisa berbeda pendapat apakah memang posisi Gus Dur dan Ahok sudah menyerupai kualitas Diponegoro dan Soekarno. Tetapi Peter Carey ingin menyampaikan bahwa pada setiap masa akan lahir pemimpin yang memperjuangkan keadilan untuk rakyat.
Sebuah pernyataan yang memberi optimisme.
Salam Demokrasi!.
0 Response to "Sejarawan Inggris Sebut, Gus Dur dan Ahok Seperti Soekarno dan Diponegoro"
Posting Komentar