loading...
Ahok dan Ketua MUI Ma’ruf Amin sempat berseteru di saat menjadi saksi di persidangan Ahok. Saat itu Ahok sempat akan melaporkan Ma’ruf Amin, tapi belum sempat melakukan itu polemik pun muncul. Untunglah semua ini tidak berlangsung lama ketika Ahok meminta maaf dan Ma’ruf pun telah memaafkan meski ada beberapa pihak yang berusaha menggoreng isu ini supaya tetap panas.
Kali ini Ma’ruf Amin kembali mengeluarkan pernyataan. Dia kembali menegaskan bahwa keluarnya fatwa MUI terkait kasus penistaan agama oleh Ahok tidak ada hubungannya dengan Pilgub DKI Jakarta. Saya tidak ada komentar karena ini sudah lama.
Pernyataan berikutnya lumayan menarik. Seperti diberitakan Jawa Pos, menurut Ma’ruf siapa pun yang nanti memenangkan kursi Gubernur DKI harus didukung oleh segenap bangsa terutama warga DKI Jakarta. “Ahok menang atau kalah saya tidak tahu. Itu masih di Lauhul Mahfudz. Kalau kalah ya nggak ada masalah, andaikata dia menang ya nggak ada masalah juga,” katanya. Sebagai warga negara yang baik, dia akan siap dengan siapa pun yang menang. Menang kalah, dia terima.
Saya kali ini harus setuju dengan perkataannya. Apa pun yang akan terjadi pada hasil Pilkada DKI putaran kedua, semua harus menghormati dan berlapang dada, bukan tidak terima dan bersempit kepala. Kalau Ahok kalah, saya rasa tidak masalah. Masalahnya adalah bagaimana jika Ahok pada akhirnya menang dan menjadi Gubernur lagi? Apakah mereka yang dari dulu terang-terangan membenci Ahok akan menerima dengan lapang dada? Sebuah pertanyaan yang patut kita renungi.
Ma’ruf Amin meminta semua umat Islam bisa menerima apa pun hasil dari Pilgub DKI nanti. Jika Ahok menang dan tidak ada kecurangan, maka umat Islam harus terima, meski dengan kesedihan. “Kita terpaksa harus menerima itu. Sebab bicara konstitusi memang begitu. Di negara demokrasi itu memang begitu,” ujarnya.
Sudah jelas?
Apabila Ahok menang, pasti ada beberapa pihak yang tidak senang. Sejak Ahok menggantikan Jokowi sebagai Gubernur DKI saja sudah banyak sekali gelombang penolakan dan protes diakhiri dengan demo yang entah sudah berapa kali. Mereka-mereka ini selalu ada menggunakan berbagai kesempatan untuk mengganggu Ahok. Begitu ada celah kecil, maka akan dikorek hingga menjadi lubang besar.
Ucapan Ma’ruf Amin tentunya adalah sebuah apresiasi, namun tentu tidak mudah dilakukan bagi sebagian orang. Inilah yang kadang menjadi masalah. Tidak semua orang bisa menerima Ahok yang katanya non muslim. Senang tidak senang, jika Ahok menang, maka itulah kenyataan yang terjadi. Kalah menangnya Ahok adalah kehendak Tuhan. Senang tidak senang, semua harus menaati dan menghormati hasilnya.
Bagi yang tidak terima, mungkin mereka akan melakukan berbagai cara untuk mengganggu. Jika memang tidak suka, silakan kritik. Silakan protes. Yang menjadi masalah adalah adanya unsur pemaksaan kehendak melalui demo yang kadang tidak jelas maknanya dan terkesan dipaksakan. Sama saja dengan mengganggu sehingga pemerintah tidak bisa fokus dalam bekerja maksimal. Sedikit-sedikit main demo. Sedikit-sedikit melakukan pengerahan massa. Sedikit-sedikit main paksa hingga keinginan dipenuhi. Jika tidak dipenuhi maka akan difollow up lagi sampai tujuannya tercapai.
Ini namanya bukan menerima, tapi sakit hati karena keinginan tidak tercapai. Kalau sudah sakit hati, maka apa pun kadang akan dilakukan. Bukankah itu mirip dengan sifat kekanak-kanakan? Semua keinginan harus dipenuhi sesuai kehendak. Layaknya anak kecil yang minta dibelikan sesuatu tapi tidak dibelikan orang tuanya, lalu anak tersebut menangis keras dan bahkan mogok makan sampai keinginannya terpenuhi. Tidak suka dan tidak bisa menerima kenyataan bukan berarti harus melakukan pemaksaan untuk mengubah kenyataan yang sudah terjadi.
Tidak bisa menerima kenyataan adalah salah satu sumber masalah terbesar dalam diri seseorang. Ketika seseorang tidak bisa menerima kenyataan, biasanya selalu meyakinkan dirinya bahwa semua ini hanya ilusi dan halusinasi. Dalam tahap akut, mereka berusaha melakukan apa pun untuk membalikkan kenyataan agar sesuai dengan keinginan mereka. Jika ini tidak dilakukan, maka mereka akan merasakan sakit hati yang tak tertahankan. Kadang saking sakitnya hati, mereka melakukan apa pun tanpa menyadari efek jangka panjangnya.
Ambil saja contoh mereka yang tidak mau menerima kenyataan dari hadirnya seorang Ahok. Mereka tidak terima. Mereka berpikir Ahok hanyalah ilusi, dan ilusi ini harus segera disingkirkan. Sayangnya ilusi ini begitu real dan nyata sehingga dalam waktu lama, sakit hati pun muncul. Sakit hati ini akan reda atau hilang jika apa yang mereka harapkan tidak terjadi. Lihat apa yang terjadi pada Ahok sekarang, masuk akal bukan?
Ahok belum pasti menang di putaran kedua saja sudah kelabakan seperti cacing kepanasan. Apalagi kalau nanti Ahok menang, entah apa yang akan terjadi. Pernyataan Ma’ruf Amin sepertinya sudah jelas bahwa apa pun yang terjadi, memang harus terjadi, dan kita harus terima kenyataan, bukan malah berilusi dan memaksa agar kenyataan menjadi sebaliknya. Lagipula bukankah Ma’ruf Amin adalah ulama yang seharusnya dihormati dan didengarkan perkataannya?
Bagaimana menurut Anda?
0 Response to " Begini Pernyataan Ketua MUI Apabila Ahok Menang Pilkada"
Posting Komentar