loading...
Sejauh ini tidak ada sedikitpun Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyinggung atau mengarahkan para partai pendukungnya untuk menggalang dukungan kepada mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), saat mengikuti perhelatan Pilkada Jakarta. Bahkan Jokowi tidak pernah secara gamblang dan langsung juga menyatakan dukungan kepada Ahok.
Penyebabnya apalagi kalau bukan isu dimana Jokowi diseret-seret dalam kasus yang dibuat-buat oleh para hatters Jokowi dan Ahok. Para hatters dan lawan politik memang sengaja menarik nama Jokowi dengan Ahok untuk mengganggu kinerja pemerintahan Jokowi dan juga untuk memberikan stigma negatif karena Jokowi melindungi Ahok dari kasus hukum.
Jokowi yang dalam logika waras dan normal pasti memilih Ahok daripada Anies Baswedan yang dipecatnya sebagai menteri, tidak mau terseret dalam isu poltiik tersebut. Sehingga tidak pernah sedikit pun menyatakan dukungannya.
Anehnya, hal ini malah kembali disangkut pautkan oleh politisi PAN, Yandri Susanto, yang menyebutkan bahwa mereka tidak mungkin terkena reshuffle kalau dasarnya karena kinerja. Tetapi kalau karena perbedaan kepentingan politik seperti TIDAK MENDUKUNG AHOK dan RUU PEMILU, maka Yandri menyerahkannya kepada Jokowi.
“Kalau masalah reshuffle itu masalah hak prerogratif presiden. Kalau berbasis kinerja, bang Asman (Menpan RB) pasti aman,” ungkap Yandri usai PAN walk out dari sidang paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (21/7/2017) dini hari.
“Kalau gara-gara kami tidak mendukung Ahok, tidak seiring sejalan dengan RUU pemilu ya itu lain lagi parameternya. Kita serahkan lagi pada pak Jokowi, jadi kami sifatnya pasif. Tidak ngoyo dan tidak ngotot,” jelasnya.
Pernyataan Yandri ini jelas sedang ingin kembali menggoreng isu yang tidak ada relevansinya terkait urusan reshuffle dan juga urusan kesolidan partai pendukung pemerintah terhadap sikap Jokowi. TIDAK MENDUKUNG AHOK, bukanlah sebuah sikap yang akan dievaluasi oleh Jokowi. Karena sekali lagi, Jokowi tidak pernah menyatakan dukungan kepada Ahok.
Lain hal dalam isu RUU PEMILU. Jokowi sudah jelas sikapnya. Jokowi dalam sebuah kesempatan pernah menyatakan bahwa dia menginginkan presidential threshold 20 persen. Dan pernyataan itu memang sesuai dengan keinginan pemerintah dalam draft RUU PEMILU yang disampaikan kepada DPR.
“Pemerintah dalam hal ini pengajuannya, karena dari pengalaman beberapa kali Pemilu kan sudah 20 persen berjalan baik. Ingin ke depan kita semakin sederhana, semakin sederhana,” kata Jokowi.
Karena ini adalah sikap pemerintah, maka sudah sewajarnya, partai pendukung bisa memahami sikap ini dan memberikan dukungan. Jangan terikut kepentingan politik lain yang sebenarnya tidak juga memberikan faedah lebih baik. Ketika partai lain seperti HANURA, PPP, dan PKB memutuskan bergabung dengan PDIP, Golkar dan Nasdem, PAN tetap bergeming mempertahankan pilihannya.
Seperti ingin menjadi penengah seperti pengalaman mengusung poros tengah saat masa reformasi, PAN mengusung PT 10 persen demi mengakomodir keinginan kedua kubu. Sayangnya, keinginan yang sebenarnya juga sama dengan keinginan PKB, HANURA, dan PPP sebagai penengah menjadi terlihat bodoh.
Mana mungkin mereka yang menganggap tidak konstitusional penggunaan PT memilih opsi yang ditawarkan PAN. Dan mana mungkin juga pemerintah dan partai pendukung pemerintah mau menurunkan PT karena alasannya sejak awal ingin penyederhanaan. Akhirnya, PAN pun tidak mau merapat ke partai pendukung pemerintah dan memilih Walk Out.
Sikap PAN ini pun akhirnya menjadi catatan Jokowi yang merasa ditipu oleh PAN yang sebelumnya menyatakan akan mendukung sikap pemerintah dalam RUU Pemilu.
“Untuk PAN, supaya diketahui bahwa sehari sebelumnya sudah bertemu dengan saya. Dan sudah menyampaikan kepada saya untuk mendukung (pemerintah),” kata Jokowi di arena Mukernas PPP di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara, Jumat (21/7/2017).
Jokowi jelas memberikan sebuah kode keras kepada PAN yang mulai menunjukkan sikap yang bukan cuma berbeda, tetapi sudah melakukan kebohongan kepada dirinya. Bagi Jokowi, sikap membohongi dirinya bukanlah sebuah sikap yang disukainya. Reshuffle sudah pernah dilakukan oleh Jokowi terkait menteri yang suka membual dan tidak menepati janji dan perkataannya.
PAN jelas telah berbohong dan kemungkinan besar akan menjadi sebuah alasan untuk mengeluarkan mereka dari partai koalisi. Kepanikan PAN ini jelas terlihat karena mengait-ngaitkan hal yang tidak ada hubungannya, yaitu TIDAK MENDUKUNG AHOK, sebagai alasan reshuffle.
Sebenarnya kalau mau jantan, PAN lebih baik keluar dari koalisi daripada terus melakukan manuver yang tidak sejalan dengan pemerintahan. Apalagi sekarang kondisinya PAN sudah dikuasai dan ditake over oleh Amien Rais yang punya kewenangan melebihi Ketua Umum. Karena sudah jelas, Amien pasti tidak akan sudi mendukung Jokowi.
Salam Bohong.
0 Response to "PAN Panik, Kaitkan Tidak Dukung Ahok Jadi Alasan Reshuffle, Jokowi Ungkap Kebohongan PAN"
Posting Komentar