loading...

Teganya Anies-Sandi Menipu Warga Bukit Duri: Dari Dukung Penggusuran Hingga DP 0 Rupiah yang Tinggal Kenangan

loading...



Penyesalan akan selalu datang belakangan. Itulah kalimat yang selalu terbukti di sepanjang sejarah hidup manusia, namun yang sekaligus kita tidak pernah belajar darinya. Dan kali ini penduduk DKI Jakarta, secara khusus warga Bukit Duri, yang harus belajar dari pengalaman pahit ini.

Setelah mati-matian mempertahankan lahan mereka, serta dimanfaatkan oleh kubu sebelah selama pilkada, pada akhirnya mereka tetapi digusur juga. Tetapi apa yang lebih menyakitkan bukanlah soal penggusuran, melainkan calon yang dulu mereka dukung supaya tidak ada penggusuran sekarang malah berbalik mendukung penertiban dengan cara menggusur[1]. Luar biasa memang komplotan tukang jual sprei ini. Pagi bilang anti antek kafir China, sore posting jualan obat China. Sungguh ‘terlalu’ kalau kata Bang Rhoma.

“Kuncinya adalah keberpihakan, bukan?”, kalimat nyaris ken*ut ini keluar dari mulut manis Anies yang sekarang entah kemana batang hidungnya. Tak ada lagi dukungan bagi masyarakat Bukit duri, tidak dari gubernur terpilih, juga dari partai pendukung mereka. Sekarang penduduk Bukit Duri tinggal sendiri. Mereka hanya dipakai untuk memenangkan pilkada DKI Jakarta. Setelahnya? Ya sudah, terima nasib saja.

Penderitaan warga Bukit duri tidak hanya sampai di situ. Setelah mereka direlokasi ke rusun, mereka berharap agar dapat diikutsertakan dalam program DP 0 rupiah supaya rusun yang dihuni saat ini bisa menjadi hak milik. Sayang punya sayang, mantan terbang namun yang baru tak kunjung datang. Pasangan Anies yang manis menyatakan bahwa program DP 0 rupiah hanya dapat diikuti oleh mereka yang berpenghasilan minimal 7 juta hingga 10 juta rupiah[2]. Alamak, bagaimana dengan kami yang hanya sekitaran UMP? Bukankah kami yang dahulu memenangkanmu wahai Anies-Sandi?

Ya sudah, terima nasib saja. Sudah dibohongi, sekarang mau apa? Pilkada sudah lewat, Anies si kibul-kibul dan Sandi si okengoceh sudah terpilih. Belum dilantik saja topengnya sudah terkelupas sedikit demi sedikit, apalagi nanti ketika berkuasa penuh? Iiih syerem deh.

Ah, Ternyata Pembelajaran Kita Memang Pahit dan Mahal

Mungkin sekarang masyarakat pemilih Anies-Sandi yang sudah tertipu karena iming-iming mimpi mulai sadar dan gigit jari. Tapi tetap, bagi saya, kejahatan moral dan politik yang terbesar ada di pundak mereka berdua; terutama Anies Rasyid Baswedan. Dia mencoreng nama baik dari Kakeknya sendiri hanya demi nama dan kursi DKI.

Di mana keberpihakan kepada masyarakat kalangan bawah? Entahlah, yang pasti pendapatan minimal 7 juta per bulan sudah bukan masyarakat kelas bawah. Itu sudah pasti menengah. “Jadi di mana itu keberpihakannya Bang?”, Ah kamu, sudah tahu Anies itu suka bercanda kalau bicara, jangan dianggap seriuslah janji-janjinya. Frasa “Tenun Kebangsaan” saja sudah dia jadikan keset, masih mau percaya soal kata-kata yang lainnya di pilkada? Lebih baik dibawa tertawa saja, biar kamu tidak stres nantinya.

Sungguh, pilkada DKI Jakarta 2017 adalah yang terburuk di sepanjang sejarah demokrasi Indonesia (dan tentu bukan khilafah pula solusinya, karena para ekstrimis ini juga yang mendukung si okehopret itu). Ia menjadi etalase pendidikan politik terburuk bagi masyarakat. Karena kubu pemenang dan para tokohnya mengajarkan bahwa segala cara itu halal selama bisa mendapatkan apa yang diinginkan.

Kuatkan hatimu kawan, karena yang terburuk belum datang walau pasti. Selamat tinggal APBD DKI. Belum resmi dilantik saja, sudah marak beredar info di lapangan bahwa antusiasme pemegang KJP untuk mencairkan saldo ke dalam bentuk tunai mulai ramai[3]. Semenjak dipastikan Ahok berhenti akibat vonis penjara, sebagian “warga” Jakarta bagaikan kuda yang dilepaskan dari tali kusirnya.

Jangan Hibur Aku, Tak Ada yang Manis Hari ini bagi Seorang Zomblo (lho?!)

Akhir kata dari saya bagi para pembaca (Seword). Malang memang, mayoritas warga Jakarta telah diperdaya untuk berbondong-bondong merobohkan pagar yang selama ini melindungi mereka dari rampok-rampok anggaran. Dan pagar itu bernama Ahok.

Mereka merubuhkannya hanya untuk menemukan bahwa para serigala telah bersiap di luar sana, mengejar, mengoyak dan merong-rong segala kebaikan yang dahulu sudah diatur sedemikian rupa demi kemajuan mereka sendiri. Memang tragis, tapi mau bagaimana lagi? Waktu yang telah lama pergi tak dapat diputar kembali, sayang.

Tak ada penghiburan lagi bagiku hari ini, selain semangkuk mie instan yang kubeli sambil mengingat betapa manisnya dulu janjimu untukku. Tapi sekarang di mana engkau, wahai penjaja nestapa berkedok asa dan cita? Ku seruput kuah di mangkukku sampai habis. Ah, terasa asin sekali hingga lidahku kering rasanya. Tapi biarlah, bagiku itu lebih baik, jauh lebih baik. Setidaknya untuk mengobati hatiku yang saat ini terasa tawar dan hambar.

Terima kasih cinta atas angan-angan yang dulu pernah ada, namun yang sekarang telah sirna. Tapi tak apa, karena sedari dulu aku sudah tahu kalau kamu itu memang… penipu.

Maju garongnya, bahagia kampretnya .

0 Response to "Teganya Anies-Sandi Menipu Warga Bukit Duri: Dari Dukung Penggusuran Hingga DP 0 Rupiah yang Tinggal Kenangan"

Posting Komentar