loading...
KOMPASIANA.COM - Pengakuan La Nyalla Mattalitti terkait uang mahar politik di tubuh Partai Gerindra, ternyata menguak sisi lain mengenai relasi antara Aksi Demo 212 dengan kepentingan politik.
Hal itu terbongkar setelah Sekjen Forum Umat Islam (FUI), Al Khathath ikut bicara atas kekecewaannya pada Partai Gerindra-PKS-PAN yang dianggapnya membelot dari aspirasi umat Islam.
Pasalnya, ketiga partai tersebut tidak mencalonkan satu pun para kandidat kepala daerah yang direkomendasi oleh Alumni 212.
Disebutkan bahwa sebelumnya Alumni 212 meminta 'jatah' setidaknya lima daerah kepada koalisi partai tersebut agar kandidat mereka dicalonkan menjadi kepala daerah. Hal itu berdasarkan surat rekomendasi khusus yang ditandatangani oleh KH. Abdul Rosyid Abdullah Syafii.
Hal tersebut, menurut pengakuan Al Khathath, karena sebelumnya para ulama sudah memperjuangkan kepentingan ketiga partai itu dengan pengerahan Aksi Bela Islam 212 yang fenomenal dua tahun lalu. Mereka juga telah berhasil memunculkan Gubernur DKI Jakarta Anies-Sandi.
Berikut cuplikan transkrip pengakuan Al Khathath dalam konferensi pers di Restoran Mbok Berek, Jl Prof Dr Soepomo, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (11/1/2018).
"Kami prihatin kasus yang dihadapi oleh La Nyalla dan beberapa nama yang kami ajukan kepada pimpinan partai agar kader dari Aksi 212 itu. Dari 171 (pilkada), kita hanya minta lima agar bisa diberi rekom khusus, jalur khusus. Kalau diperlakukan seperti yang lain, buat apa kita bikin rekom."
"Jadi, dari lima nama, salah satunya Mas La Nyalla, itu tidak satu pun yang diberi rekom. Kita kan menganggap para ulama sudah memperjuangkan dengan pengerahan Aksi Bela Islam 212 yang sangat fenomenal dan kita di Jakarta sudah berhasil memunculkan Gubernur Anies-Sandi."
Pasca pengakuan Al Khathath tersebut, Presidium Alumni 212 kemudian mengeluarkan surat terbuka yang pada intinya membantah pernyataan bahwa Aksi 212 berkaitan dengan politik praktis.
Humas Presidium Alumni 212 Novel Bamukmin menegaskan bahwa Presidium Alumni 212 tidak terlibat, tidak bertanggung jawab, dan tidak ikut campur dalam agenda politik praktis partai. Bahkan, Ia juga mengaku bahwa Presidium Alumni 212 tidak pernah merekomendasikan nama untuk dicalonkan dalam Pilkada 2018.
Publik tentu paham keluarnya surat terbuka itu merupakan respon atas kepanikan Presidium Alumni 212 terhadap pengakuan Al Khathath tersebut. Surat terbuka itu disampaikan guna menutupi keberpihakan Alumni 212 pada kepentingan politik ketiga partai di atas.
Pasalnya, pengakuan itu secara gamblang memang membongkar tabir bahwa selama ini demo berjilid yang mengatasnamakan 'Aksi Bela Islam' itu hanyalah tunggangan untuk kepentingan politik saja.
Sejak lama masyarakat memang menduga bahwa Aksi Bela Islam itu tidak pernah netral. Apalagi semata karena membela agama seperti yang telah disampaikan.
Justru sebaliknya, faktor politik merupakan penggerak utamanya aksi tersebut. Dan sekarang melalui pengakuan Al Khathath di atas semuanya menjadi jelas dan terungkap.
Itulah sekelumit kisah kemunafikan dengan mengatasnamakan agama. Mereka tak lain hanya memanfaatkan simbol agama untuk nafsu kekuasaan yang sempit.
Masyarakat sebaiknya dapat bersikap bijak atas terbongkarnya kebusukan tersebut. Tak perlu lagi kita ikuti propaganda negatif yang kerap disebarkan oleh kelompok tersebut.
0 Response to " Surat Terbuka Presidium Alumni 212 Terkait Pilkada 2018, Bentuk Kepanikan atau Menutupi Kebusukan?"
Posting Komentar