loading...
Rasanya saya agak sedikit gatal dengan beberapa pemberitaan selama ini. Apalagi, adanya THR dan gaji ke-13 kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan menjadi nyinyiran kubu oposisi. Apalagi mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyinggung beberapa kebijakan di eranya. Seakan-akan kebijakannya yang paling benar. SBY menyarankan mengeluarkan adanya Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat lainnya.
Namun, perlu digarisbawahi apa yang dilakukan oleh Jokowi akan menjadi nyinyiran dan dianggap selalu salah. Apapun kebijakannya akan menjadi citra negatif bagi pemerintah. Nampaknya kita perlu mengulang dan mengulas masa kejayaan tersebut. Progam BLT kepada masyarakat untuk pertama kalinya di tahun 2005. Progam ini dicetuskan oleh Jusuf Kalla dan Susilo Bambang Yuudhoyono memenangkan pemilihan umum presiden dan wakil presiden Indonesia di tahun 2004. Pada 2013, jumlah anggaran yang dikeluarkan untuk program ini adalah 3,8 triliun rupiah untuk 18,5 juta keluarga miskin, dengan uang tunai 100 ribu rupiah per bulannya.
Pemberian BLT dinilai kurang efektif untuk memecahkan kesulitan warga miskin. Dengan jumlah dana BLT sebesar Rp 100.000,- /bulan tetap saja tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga. BLT adalah opsi yang tidak menyelesaikan masalah. Ibarat sedang sakit, pergi ke dokter akan di beri obat dan sembuh. Beda dengan kemiskinan, BLT bukanlah obat tapi sekedar minuman ringan. Habis minumannya haus lagi dan Miskin kembali. Diluar kebutuhan harga naik lebih besar di banding 100 ribu per bulan. Secara tidak langsung hal tersebut membuat masyarakat Indonesia memiliki sifat pemalas dan jiwa pengemis.
Hal lainnya, pada 2005 Badan Pusat Statistika (BPS) melakukan penelitian, pada tahun 2005 ketika pemerintah menaikan harga BBM, program BLT justru menambah angka kemiskinan. Sebab, BLT cenderung digunakan masyarakat miskin untuk membayar utang daripada untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti makan dan biaya sekolah.
Program pengentasan kemiskinan SBY semacam BOS, jatah raskin, BLT dan khususnya PNPM, tidak secara nyata terserap oleh masyarakat kurang mampu. Selain antar departemen di pemerintahan pusat punya agenda pengurangan penduduk miskin sendiri-sendiri. Bahkan, pemerintah daerah (pemda) juga punya rencana aksi yang sama.
Sehingga, kebijakan BLT merupakan kebijakan yang bersifat menghambur-hamburkan uang negara. Di mana kebijakan tersebut tidak mampu menyelesaiakan masalah kemiskinan secara berkelanjutan dan tidak mampu menstimulus produktifitas masyarakat miskin. Hal inilah yang berlandaskan pemerintahan menghapus program tersebut.
Pemerintah Jokowi sebenarnya memiliki Program Keluarga Harapan (PKH). PKH merupakan program pemberian bantuan langsung tunai kepada rumah tangga sangat miskin. Bantuan tersebut diarahkan untuk membantu memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan. Program ini berpengaruh besar terhadap daya beli. Sehingga dapat menekan tingkat kemiskinan di Indonesia.
Selanjutnya memahami logika tentang pemberian THR dan gaji ke-13. Pada era SBY, dia menjadi pimpinan negara yang paling sering menaikan gaji PNS. Tercatat Presiden SBY menaikan gaji PNS hingga 9 kali, yang secara kumulatif dijumlahkan mencapai 143%. Hal lainnya, setidaknya ada penambahan 10 persen jumlah pegawai dari biasanya.
Hal ini terjadi karena banyaknya pemekaran dan pembentukan beberapa komisi oleh SBY. Hal ini juga membuat membengkaknya. Selain itu, SBY juga mengangkat sejumlah PNS tanpa ada batasan. Belanja pegawai di daerah juga terus naik tiap tahun. Pada 2009–2013, total belanja pegawai di semua daerah rata-rata meningkat 13,2% tiap tahun. Pemerintah tentu sangat menyadari kondisi ini. Chatib bilang, rasio belanja pegawai yang besar di daerah sudah tidak sehat.
Di era Jokowi, tidak ada pengangkatan PNS selama tiga tahun berturut-turut. Anggaran diganti menjadi THR. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018, belanja pegawai dipatok Rp365,7 triliun yang termasuk Tunjangan Hari Raya (THR) bagi pensiun PNS. Sementara, tahun lalu, realisasi belanja pegawai tercatat Rp209,9 triliun atau 93,9 persen dari pagu anggaran APBN-P 2017 sebesar Rp223,6 triliun.
Kebijakan pemerintah mengadakan THR ini merupakan upaya pemerintah menekan risiko anggaran pensiun abdi negara yang membengkak. Sebagian besar gaji pokok seorang PNS di ujung masa pensiun, maka makin besar pula dana pensiun yang harus ditanggung negara.
0 Response to "Sindir Jokowi Tentang BLT, SBY Makin Hari Makin Baper"
Posting Komentar